Sports

.

Wednesday, November 11, 2020

ETIKA DEMONSTRASI DALAM KEBEBASAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

 

Oleh : Herlina Seftia Wati

Kamis, 8 Oktober 2020 pukul 10.00 WIB mahasiswa menggelar demo di depan Istana 
Merdeka, Jakarta Pusat yang bertujuan untuk mendesak pemerintah mencabut Omnibus Law 
UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang sudah disahkan pada 5 Oktober lalu. Terdapat beberapa 
pengertian soal Omnibus Law. Secara harfiah, kata omnibus berasal dari bahasa Latin yaitu 
“Omnis” yang berarti banyak. Dari segi hukum, kata omnibus biasanya disandingkan dengan 
kata law atau bill yang berarti suatu peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi 
beberapa aturan dengan substansi dan tingkatannya berbeda.
Penggunaan Omnibus Law telah banyak digunakan oleh berbagai negara di dunia 
terutama dengan menggunakan tradisi common law system. Di dunia terdapat dua sistem 
hukum yakni common law system dan civil law system dan Indonesia merupakan salah satu 
yang menggunakan tradisi civil law system.
Sejarah omnibus terdapat di beberapa negara yang telah menerapkan misalnya AS, 
Kanada juga Inggris. Konsep Omnibus Law ini sebenarnya sudah cukup lama di Amerika 
Serikat (AS) tercatat UU tersebut pertama kali dibahas pada 1840. Konsep hukum omnibus 
ini juga telah dicoba oleh beberapa negara di Asia Tenggara. Yaitu, di Vietnam, penjajakan 
penggunaan teknik omnibus dilakukan untuk implementasi perjanjian WTO dan di Filipina, 
penggunaan Omnibus Law lebih mirip dengan apa yang ingin dilakukan di Indonesia. 
Filipina memiliki Omnibus Investment Code of 1987 and Foreign Investments Act Of 1991.
Pada saat demo omnibus law koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh 
Indonesia (BEM SI) menyatakan, diperkirakan ada 5.000 massa aksi yang akan 
berdemonstrasi di depan Istana. Para massa itu berasal sekitar 20 kampus yang ada di Jakarta 
berada di organisasi BEM SI. Keberlangsungan demo ini mengakibatkan kericuhan yang 
mengakibatkan massa bertindak brutal perusakan ini terjadi ketika aparat Kepolisian 
menembakkan gas air mata ke arah massa yang sedang terpusat di Simpang Harmoni hingga 
kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha. Berdasarkan catatan Kompas.com dari rilis instansi 
terkait maupun laporan jurnalis yang meliput secara langsung ke lokasi demo terdapat 5 jenis 
fasilitas publik yang dirusak massa yaitu, Kerusakan di gedung Kementerian ESDM, pos 
polisi, halte Transjakarta, stasiun MRT, dan bekas gedung bioskop. Jumlah tersebut belum 
termasuk kendaraan bermotor, sepeda, ataupun fasilitas lainnya yang belum dirilis secara 
resmi oleh individu atau instansi terkait.
Selain di Jakarta, demo tolak UU Cipta Kerja Omnibus Law juga terjadi di beberapa 
daerah lainnya salah satunya di Provinsi Jambi, Hal tersebut mengakibatkan berlangsungnya 
kericuhan. Gedung DPRD Kota Jambi sempat dilempari batu oleh massa bersepeda motor,
pihak DPRD menyerahkan penyelidikan tersebut kepada kepolisi. Penyelidikan dan 
pemeriksaan tersebut dilakukan untuk memastikan maksud dan tujuan dari aksi anarkistis 
yang diduga dilakukan oleh para pelajar di Kota Jambi. Namun hal tersebut belum dapat
dipastikan apakah pelaku dari anarkistis tersebut merupakan pelajar atau bukan.
Aksi tersebut terjadi secara mendadak tanpa ada pemberitahuan. Dijelaskan Putra, 
biasanya, apabila ada aksi demonstrasi, akan ada pemberitahuan berupa surat tertulis 
disampaikan sebelum aksi demonstrasi dilaksanakan."Siapa pun yang demo ke DPRD, pasti 
ada surat, ini tidak ada bersurat, tahu-tahu masuk dan merusak segala macam," kata Putra 
Absor Hasibuan. Tidak ada korban jiwa dari aksi anarkistis yang dilakukan di kantor DPRD 
Kota Jambi tersebut. Namun sejumlah kendaraan roda dua mengalami kerusakan akibat 
tindak anarkistis tersebut.
Dari kejadian diatas kita dapat melihat ketidak tentraman dalam mengemukakan 
pendapat sehingga menimbukan kericuhan, untuk itu kita perlu mengetahui bagaimana cara 
berdemonstrasi dalam kebebasan mengemukakan pendapat dimuka umum berikut :
Tata Cara Penyampaian Pendapat di Muka Umum
Penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada 
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Pemberitahuan tersebut secara tertulis 
disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok. 
Pemberitahuan disampaikan selambat-lambatnya 3 x 24 jam sebelum kegiatan tersebut 
dimulai dan telah diterima oleh Polri setempat. Pemberitahuan secara tertulis tersebut tidak 
berlaku bagi kegiatan ilmiah di kampus dan kegiatan keagamaan.
Surat pemberitahuan tersebut memuat:
1. maksud dan tujuan
2. tempat, lokasi, dan rute
3. waktu dan lama
4. bentuk
5. penanggung jawab
6. nama dan alamat organisasi, kelompok atau peroranga;
7. alat peraga yang dipergunakan
8. jumlah peserta.
Penanggungjawab kegiatan demonstrasi wajib bertanggungjawab agar kegiatan tersebut 
terlaksana secara aman, tertib, dan damai. Setiap sampai 100 orang pelaku atau peserta unjuk 
rasa atau demonstrasi dan pawai, harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang 
penanggungjawab.
Meskipun demonstrasi diperbolehkan sebagai bentuk penyampaian pendapat di muka 
umum, namun ada beberapa jenis demo yang dilarang sebagaimana diatur dalam Peraturan 
Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, 
dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum (“Perkapolri 7/2012”)
berikut :
Jenis Demonstrasi Yang Dilarang 
1. Demo yang Menyatakan Permusuhan, Kebencian atau Penghinaan
2. Demo di Lingkungan Istana Kepresidenan
3. Demo di Luar Waktu yang Ditentukan
4. Demo Tanpa Pemberitahuan Tertulis Kepada Polri
5. Demo yang Melibatkan Benda-Benda yang Membahayakan
Dari peristiwa demo tersebut terdapat hal yang telah menyimpang berdasarkan etika 
demonstrasi dalam mengemukakan pendapat, seperti kericuhan dan tidak adanya perizinan 
dari pihak kepolisian untuk melakukan demo . Untuk itu saya menghimbau dan 
mengingatkan kepada mahasiswa dan masyarakat agar melakukan demo sesuai dengan 
kententuan-ketentuan yang berlaku, agar demo berjalan dengan tertib.
Penulis merupakan 
Mahasiswi
Fakultas Hukum
Universitas Jambi

No comments:
Write comments